NoText17-3
Dokter gigi harus jaga diri dari risiko tertular Covid-19, cegah penularan ke pasien.

Ditengah pendemi Covid-19, masyarakat dianjurkan untuk berdiam diri di rumah dan menjaga jarak dengan orang lain. Namun, bila sakit gigi melanda, apa yang harus dilakukan?

Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dr drg R M Sri Hananto Seno SpBM(K) MM mengatakan, andaikan sakit gigi tidak bisa ditahan, orang tetap harus pergi ke dokter. Oleh karena itu, ia meminta agar dokter gigi menjaga diri dari risiko tertular Covid-19 seraya mencegah penularannya ke pasien.

"Peranan dokter gigi di tengah pendemi Covid-19 sangat penting sekali karena penyabaran bisa melalui mulut, hidung, juga mata." jelas Sri.

 Dokter gigi harus jaga diri dari risiko tertular Covid-19, cegah penularan ke pasien.

Menurut Sri, praktik dokter gigi saat wabah Covid-19 sangat menantang karena gigi berada di mulut dan di sekitaran mulut ada cairan, yakni dari hidung. Andaikan berkomunikasi terlalu dekat, maka itu bisa membuka pintu terjadinya infeksi melalui percikan liur (droplet).

"Penularan dari hidung juga bisa terjadi," jelasnya dalam konferensi pers daring “Pepsodent Kampanyekan Pentingnya Sikat Gigi Malam" dalam memperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut 2020 belum lama ini.

Mengingat dokter gigi harus berurusan dengan area mulut pasien, mereka harus ada kontak dekat dengan pasien. Layanan dokter gigi tidak bisa digital.

Untuk menghindari penyebaran dan penularan Covid-19, menurut Sri, ada protokol khusus yang diterapkan saat pasien datang ke dokter gigi. Saat datang, sebelum masuk ke ruang tunggu dokter gigi, pasien harus dicek suhu tubuhnya terlebih dahulu.

Andaikan suhu tubuhnya di atas 37,5 derajat Celsius, maka pasien akan diminta untuk segera mengecek kesehatannya ke klinik atau rumah sakit. Hal itu dilakukan mengingat demam merupakan salah satu gejala infeksi virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Sebaliknya, jika suhu tubuhnya normal, pasien akan diarahkan untuk mencuci tangan dengan air dan sabun. Kalau tidak ada, pasien bisa menggunakan hand sanitizer.

Setelah itu, menurut Sri, pasien yang tidak memakai masker harus diberikan masker. Ia mengatakan, rumah sakit atau poli gigi wajib menyediakan masker.

Pasien yang sudah mengenakan masker akan diminta mengisi data di ruang tunggu. Setelah itu, pasien dipersilakan masuk ruang praktik dokter, tetap dengan memakai masker.

Di dalam ruangan, dokter juga siap dengan alat pelindung diri (APD), yakni berupa kacamata, masker, sarung tangan, dan lainnya. Komunkasi antara pasien dan dokter terjadi tentang keluhan pasien bisa menjadi lebih aman dengan prosedur seperti itu.

"Tujuannya agar tidak ada kontaminasi antara pasien dan dokter,” ujar Sri.

Setelah keluhan diceritakan, pasien akan dipersilakan duduk di tempat periksa gigi. Saat itulah pasien dapat melepaskan maskernya.

Berikutnya, pasien harus menggunakan obat kumur antiseptik. Setelah itu, dokter dengan APD lengkap baru akan memeriksa.

Setelah selesai diperiksa, pasien dianjurkan kembali memakai masker lagi untuk melanjutkan komunikasi tentang temuan dokter saat pemeriksaan. Saat mendiskusikan tindakan yang harus digunakan, dokter juga tetap harus pakai masker.

"Setelah ada persetujuan baru ada tindakan," jelas Sri.

Setelah semua tindakan selesai, pasien akan diminta berkumur-kumur lagi memakai antiseptik. Ia pun kembali diserukan mengenakan masker saat berkomunikasi dengan dokter pasca tindakan.

Setelah selesai, pasien belum boleh menanggalkan maskernya meski sudah keluar dari ruang perawatan. Sebelum pulang, mereka diwajibkan cuci tangan lagi, bisa pakai hand sanitizer atau cuci tangan pakai sabun dan air.

"Artinya, ruangan terjaga tidak ada nosokomial, yakni infeksi yang merebak di lingkungan rumah sakit. Kami harap dokter gigi mematuhi, jangan sampai ruang praktik menjadi nosokomial, menjadi penyebab infeksi Covid-19,” ujarnya.

Menurut Sri, dokter gigi merupakan profesi yang sangat rentan sekali terhadap penularan Covid-19, karena sangat dekat sekali interaksi fisiknya dengan pasien. Karena itu, ia juga mengatakan agar alat pemeriksaan gigi harus sekali pakai, disterilisasi setelah dipakai.

"Potensi kontaminasinya sangat tinggi sekali karena kalau air liurnya sudah ada Covid-19, bisa menyebar ke alat dan lainnya," papar Sri.

bila-saya-perlu-jumpa-dr-gigi-2

 

bila-saya-tak-perlu-jumpa-dr-gigi copy

Sumber - Laman Web Indonesia republika.id